Mengenal Desain Mundur (Backward Design) dalam Perancangan Pembelajaran

Guru adalah perancang. Tindakan paling penting dalam profesi kita adalah merancang kurikulum dan pengalaman belajar untuk memenuhi tujuan tertentu. Kita juga menjadi perancang penilaian untuk mendiagnosa kebutuhan siswa sebagai panduan dalam mengajar dan memungkinkan guru, siswa kita, dan pihak lain (orang tua dan administrator) untuk menentukan apakah tujuan pembelajaran telah tercapai.

Seperti profesi desainer lainnya, seperti arsitek, insinyur, atau desainer grafik, perancang di bidang pendidikan haruslah mengerti benar tentang audiens mereka. Para profesional dalam bidang ini haruslah berpusat pada klien. Efektifitas rancangan akan akan sangat berkorelasi apakah mereka telah memenuhi tujuan/capaian dari klien mereka atau tidak. Jelasnya, siswa adalah klien utama kita, mengingat bahwa efektivitas kurikulum, penilaian dan rancangan pembelajaran sangat ditentukan dengan prestasi pembelajaran yang diinginkan.

Apa itu desain mundur/backward design?

Bagaimanapun juga sebagai perancang pembelajaran kita harus juga memahami metode perancangan yang kita gunakan. Salah satu metode perancangan pembelajaran yang efektif adalah “perancangan mundur” atau backward design. Seperti yang termakna dari namanya, desain mundur dimulai dari ‘akhir’ terlebih dahulu – yaitu tujuan yang nyata dari kegiatan pembelajaran. Kemudian kita akan mundur untuk mengembangkan bahan ajar dan kegiatan yang memenuhi tujuan pembelajaran tersebut.

Sebagian besar rancangan pembelajaran—dengan cara yang kita gunakan untuk merancang—fokus pada konten dan tidak pada hasil. Misalnya, biasanya seorang guru akan menentukan topik tertentu, misalnya “teori pitagoras”, kemudian memilih sumber belajar (misalnya, lembar kerja), memilih metode pembelajaran yang sesuai berdasarkan bahan ajar dan topik (tanya jawab pendek/isian), dan berharap terjadinya proses belajar. Akhirnya, guru akan memikirkan soal-soal matermatika untuk menilai pemahaman siswa akan teori Pitagoras. Dalam pendekatan ini, asesmen dilakukan secara sumatif (dilakukan di akhir pelajaran dan bersifat menghakimi).

Rancangan pembelajaran pada umumnya

Namun cara diatas adalah cara kurang baik untuk merancang pembelajaran. Walaupun dimulai dari topik, namun tidak ada tujuan yang jelas dari topik tersebut. Karena tidak ada tujuan, guru dan siswa tidak tahu kemana harus mengarahkan pembelajarannya. Bahkan, guru kemungkinan tidak memiliki tujuan pembelajaran sampai pelajaran berakhir – saat ia merancang ulangan. Dan ini terlambat bagi pembelajaran yang baik bagi siswa.

Langkah-langkah desain mundur

Sebaliknya, merancang mundur berarti kita menggunakan pendekatan yang berorientasi pada hasil.

Guru mendefinisikan hasil pembelajaran, menentukan teknik yang mendorong pada pencapaian tujuan, kemudian baru merancang pembelajarannya.

Mari kita lihat kembali pelajaran matematika kita lagi—sekarang menggunakan pendekatan merancang mundur.

Guru menentukan tujuan pembelajaran sebagai berikut:

  1. Siswa akan memahami bagaimana menghitung dengan teori pitagoras
  2. Siswa akan memahami bagaimana menerapkan teori Pitagoras dalam kehidupan sehari-hari

Untuk melakukan asesmen terhadap tujuan-tujuan di atas, guru akan melibatkan siswa dalam kegiatan asesmen sebagai berikut:

  1. Siswa saling melakukan pengajaran sebaya tentang teori Pitagoras
  2. Siswa melengkapi lembar kerja individual
  3. Guru melakukan tanya jawab untuk berdiskusi dengan seluruh siswa
  4. Untuk kegiatan luar kelas, siswa harus menentukan dan menunjukkan yang manakah yang lebih cepat: berpindah dari sudut lapangan di titik barat daya atau dengan melewati jalan setapak di luar lapangan – dan mereka harus menentukan jawaban mereka menggunakan teori Pitagoras

Guru kemudian merencanakan kegiatan:

  1. Siswa belajar secara induktif mengenai teori Pitagoras
  2. Dalam kelompok kecil, siswa saling mengecek pemahaman
  3. Siswa menjelaskan teori pitagoras ke seluruh kelas
  4. Kegiatan kelompok kecil – siswa menggunakan teori Pitagoras untuk menghitung jarak terpendek di antara 2 titik

Mari kita lihat kembali ketiga tahap dari Desain Mundur dan mempelajari bagaimana dapat membantu para guru menggunakan pendekatan ini.

A. Mengidentifikasi Hasil yang Diharapkan atau Tujuan
Ketika kita memulai perencanaan, identifikasilah satu atau dua tujuan atau hasil pembelajaran – apa yang akan dapat diketahui oleh siswa sebagai hasil dari kegiatan pembelajaran yang akan kita rancang.
Apa ide-ide utama yang akan dipelajari oleh siswa?

Tujuan pembelajaran dapat diambil berdasarkan standar kurikulum nasional dari pemerintah yang berupa KI (Kompetensi Inti), KD (Kompetensi Dasar) dan Indikator dari masing-masing mata pelajaran.

Misalnya:
Pernyataan seperti: “Siswa akan menggunakan aplikasi Inspiration untuk menciptakan pemetaan konsep” – merupakan sebuah kegiatan dan bukan tujuan. Namun pernyataan seperti “Siswa memahami bagaimana peta konsep dapat digunakan dalam proses curah pendapat” – merupakan sebuah tujuan pembelajaran.

B. Menemukan Bukti yang Dapat Diterima (Asesmen/Penilaian)
Sekarang, bagaimana para guru akan mengetahui bahwa para siswa telah memenuhi tujuan-tujuan ini? Ini adalah sebuah asesmen. Biasanya, dalam pembelajaran tradisional, asesmen ada di akhir pelajaran. Dalam kelas yang berpusat pada siswa, asesmen dilakukan selama pelajaran berlangsung. Bentuknya adalah formatif (selama pembelajaran berlangsung) dan sumatif (di akhir pembelajaran). Ada beberapa tipe dari asesmen formatif—tanya jawab, observasi, esai, bermain peran, proyek, quiz, jurnal, dsb.

Tujuan dari asesmen formatif adalah untuk melihat seberapa jauh siswa telah dapat mencapai tujuan pembelaran dan membantu memperbaiki kesalahpahaman. Sebagai guru, kita ingin memastikan seluruh siswa berhasil, dan cara terbaik adalah dengan melakukan “pengecekan” secara konstan dan melakukan asesmen terhadap pembahaman mereka.

Bentuk-bentuk asesmen yang telah didaftar dalam paragraf sebelumnya juga dapat menjadi asesmen sumatif. Asesmen sumatif biasanya berbentuk tes atau ujian, dan biasanya bersifat final. Tujuan dari asesmen formatif adalah untuk memberi sertifikasi kepada siswa atas penguasaan atas konsep atau ketrampilan.

C. Merencanakan Pengalaman Belajar & Pembelajaran
Setelah kita mengidentifikasi tujuan pembelajaran, teknik asesmen untuk mengukur tujuan pembelajaran ini, kemudian langkah berikutnya yang harus dilakukan adalah merencanakan kegiatan pembelajaran.

  • Apa yang sebenarnya akan diajarkan guru? Seberapa banyak ia harus memberikan kuliah atau presentasi satu arah? Seberapa banyak harus ditemukan sendiri oleh siswa?
  • Kegiatan-kegiatan apakah yang akan membantu siswa mencapai tujuan pembelajaran dengan cara terbaik?
  • Materi dan sumber belajar apakah yang akan dibutuhkan siswa?
  • Berapa banyak waktu yang dibutuhkan?
  • Bagaimana para siswa akan dikelompokkan?

Yang terpenting adalah, sembari guru merencanakan kegiatannya, menentukkan strategi pengelompokkan dan merancang bahan ajar, ia selalu perlu untuk mengecek kembali tujuan pembelajarannya selama ia melakukan perencanaan ini.

Sumber: ASCD “Understanding by Design” (Grant Wiggins dan Jay McTighe)

× How can I help you?